Tuesday, January 24, 2017

WAU...

ASSALAMUALAIKUM...


PUTERI KESAYANGANKU
Puteriku manis jangan menangis
airmatamu dibuang habis...
jangan berlagu huhuhuhu.

Sandarkan resah dan pilu
dibahuku
bahu ibumu
yang satu.

Hamburkan segenap gejolak rasa
yang melanda jiwa
yang menggugah jantung hati
hingga hampir mati.

Ibumu ini pengunsi duka yang setia
pengubat lukamu yang siaga
saban waktu saban ketika
sejak lama.

Jangan menangis lagi
aduhai puteri kesayangan ibu
sayunya menyiat rasa nyilu sukma
melihatmu berderai airmata.

Tegarkan rasa
walau apa saja
siksaan perih
membuatmu pedih
membuatmu sedih
lontarkan jauh-jauh
sekadar rasa bukan apa-apa.

Mari berganding tangan
bersama ibu yang tidak pernah kelelahan
mengejar impian seindah lukisan.

Kisah semalam
bukan penentu esok yang mendatang suram.

Allah menguji takdir-Nya
kepada hamba-hamba yang dicintai-Nya.
Bersabarlah puteri-puteriku
hikmah Allah besar untukmu
rencana tiada sempurna Allah menggendala
justeru Allah tahu
yang terbaik untukmu
puteri-puteri kesayanganku.

Karya

PARIDAH ISHAK
TAMAN SELAYANG UTAMA.
HATI BONDA

Putera-puteriku,
hadirmu buah cinta ayah bonda
bintang bersinar alam rumah-tangga
menerangi jagat raya.

Semalam,
ketika kau menangis
mengundang risau dan bimbang
ketika kau senyum ceria
sirna segala duka bonda.

Kudakap tubuh kecilmu
kauterlena di dada bonda
tanganmu melingkar di pundak bonda

dalam kusut rambut.

Kucium aroma wangimu
sambil mengelus pipi gebu
dengan sebuah harap
kautetap kecil dan montel
sentiasa dalam pelukanku.

Hari ini,
kautelah dewasa menongkah arus
gelombang hidup penuh pancaroba
dan mulai melupai masa kecilmu.

Putera-puteriku,
saat bonda meniti usia emas ini
dalam payah menempuh hidup
tanpa kudrat tenaga
sakitnya, menangung kesakitan ini.
Tetapi duka rasa sepi
biarlah hanya sebuah mimpi
menyempurnakan lena dinihari.



Ulu Jempol,
Pahang.
Januari 2014.



EMBUN DI HUJUNG DEDAUN

Ingin kukutip embun di hujung dedaun
untuk kukarang kalungan mutiara mimpi
menghias sang pari-pari
bermain di birai kayangan.

Setiap pagi rasa teruja
mengintai buli-buli jernih embun
bersih dan suci, penuh bahagia
tetapi sementara cuma.

Embun di hujung dedaun
kian sirna disimbahi panas
cahaya megah ratu siang
menguasai alam.
Dan embunpun menghilang
dari pandangan.


Ulu Jempol,
Pahang.
Mac 2014.
PARIDAH ISHAK

3.
RERAMA

Rerama terbang membawa indah
warna-warni kepaknya
ke rimbun hutan dara
menghisap madu.

Rerama itu pernah hinggap
di sanggul nostalgiaku
memberi kemilau bahagia
memberi dalamnya luka.

Rerama semakin terbang jauh
ditelan rimba dara
meninggalkan aku di ranjang rindu
dan aku sering menyelak kembali
lembar silam itu.


Ulu Jempul,
Pahang.
2014.



4.
JERITAN GAZA.

Raung tangis menyayat tiada surutnya

luka merah darah mengalir
di kepala, di mata, di kaki.

Kau tetap berdiri teguh
di bawah langit malap berasap
dicerahi cahaya ledakan mortar
Allahu Akhbar!

Tegar jiwa dan diri
berlindung di sebalik runtuhan
angkara monster-monster
di kelilingmu.

Ya Rabbi, demi;
- kekuasaan-Mu
            - kekuatan-Mu
            - kekayaan-Mu
            - keagungan-Mu
Kau sengkelingkan tangan-tangan zalim
agar mereka tidak berdaya lagi
melakukan kehancuran dan kemusnahan ini.

Gaza kecil dan terpencil
menangis sendiri tanpa pembelaan
ketika, dunia sibuk dengan
wancana-wancana keselamatan
tetapi tiada tindakan.

Apakah dosa mereka?
saat sedang berpuasa Ramadhan
dilantarkan derita
mayat bergelimpangan
di celah-celah dentuman perang
yang tiada kesudahan.

Selayang,
Selangor.
Ramadhan 1435H.





5.
WAU

Wau itu leka bermain awan
dari utara ke selatan
dari barat ke timur
ceria senyum menghulur salam.

Tiba-tiba, tali takdir putus
saat tidak berdaya menahan
kencang angin
meredah langit lazuardi.

Wau itu jatuh
dalam gelap malam
terkapai di tengah samudera
sayapmu patah dalam basah.

Demikian takdir hidupku
seperti wau itu.
Walau hilang suara
walau hilang tenaga
dengan sisa kudrat
kuteruskan langkah tempang
untuk kembali menemui-Mu, Tuhan.

Paridah Ishak
Selayang,
Selangor.



MENCORET SUARA
Suara yang lemak merdu
Pinjaman-Nya sementara
Diambilnya semula demi peristiwa
Lalu kelu membisu
Hilang bicara
Tiada lagi tutur indah lunak
Tiada lagi tutur sayu hiba
Tiada lagi tutur rusuh sesal
Tiada lagi tutur garang marah
Aksara yang terhimpun
Membeku terendam di kolbu
Memeram rasa
Lalu dicoret satu persatu
Masihkah tertafsir maknanya?

YANG PASTI
Dalam kanndungan teranggur
gugur
Di muka jendela dunia
tidak terbuka kelopak mata
Dalam sujud dalam tidur
tanpa sedar jatuh tersungkur
Tika duduk
Lesu tertunduk
kala berdiri
bersama sesiapa walau sendiri
lemah sendi
Dalam tawa riang ria
hilang suara
Dalam sedih dalam sakit
Terjerit perit
digamit.
Dimana saja terpana
Di awan tinggi
Luruh ke bumi
di lembah sunyi
Di gunung ganang
terjunam ke jurang
Di tengah lautan
tenggelam karam


Di mana saja yang pasti
Takdir-Nya adalah janji
Yang tidak mungkin dimungkiri
Perkahwinan yang abadi
Hingga akhir nanti..

Paridah Ishak.

Selayang Utama.
2 Okt 015.


RERAMA PUTIH

Terbanglah hai rerama putih ke rimba dara yang rimbun
lagi redup
bukan lagi sekadar berjuntaian di birai lampu
yang semakin suram dan malap cahayanya


Jauhkan dirimu dari ranjang rindunya
biarkan kesepian terus mengulitinya
biarlah
biarlah
wahai rerama yang pernah hinggap di sanggul nostalgia
yang pernah menjuraikan titis jernih air mata
dek tersilau cahaya kebahagiaan


Terbanglah hai rerama putih ke rimba dara yang rimbun
lagi redup lagi harum
bukan lagi sekadar berjuntaian di birai lampu
yang semakin suram dan malap cahayanya



Jauhkan dirimu dari ranjang rindunya
biarkan kesepian terus mengulitinya
biarlah...
biarlah
kau semakin menjauh
rimba dara telah menelanmu
maafkanlah masih juga kuselak lembar
silam lalu itu kembali
terasa rindu ingin melihatmu
 berada di sini

KALA AKU MULAI BERSAJAK

Sudah lama tintaku berselimut sepi sendiri

yang dilayaninya cuma warna-warna perasaan kusam
harubirunya menggeluti perihnya luka yang tercipta...

lukanya segaris cuma namun kesakitan
mengiringi langkah yang diatur menelusuri jalan hidupnya yang entah bila penamatnya.

Tintaku mulai menari untuk bersajak semula...
bait-baitnya laksana kalongan mutiara
yang terputus
dan dikutipnya satu persatu dengan hiba
kerna mutiara perhiasan dirinya
tidak kekal di leher jenjang ...
sudah berserakan...

Ahh!  Mutiara putih gemerlap jernih itu
terus berjatuhan mengiring tintaku
yang semakin rancak menari
dan mengukir lukisan kesedihan.
sambil kalimah-kalimah suci menggema
mengusir rasa
nan beralun mengombak pantai sunyiku

dan sajakku mengatur aksara dengan mutiara air mata.

Paridah Ishak
Taman Selayang Utama
16/01/017

SEKEPING KAD HARI LAHIR
Kau kirimiku sekeping kad hari lahir
sedang perkenalan bermula semalam
lewat maya lewat udara
meski sebenarnya pertemuan antara kita
telah lama berlaku
puluhan tahun dahulu....
ah...indahnya momen itu...

tersimpan kad kirimanmu
di dinding maya
hanya kerna itu
satu-satunya yang kumiliki
darimu

inginku balas
kad kirimanmu semalam
sebagai tanda kasih sayang persahabatan
namun keliru kemana hendakku alamatkan...

Ah...di mana saja kau berada
aku pasti kau bahagia dan gembira
apa lagi di sisi-Nya

Sekeping kad hari lahir untukmu
bertinta indah ayat suci al-fatihah
dan doa-doa kesejahteraan untukmu
sahabat yang dikenang
Abadi selamanya
di hati


BERADA DI SINI

Kehidupan hanya di ruang kecil ini
melihat awan daripada kisi-kisi jendela
dengan atur jejak langkah awas meniti
berpaut dinding sambil teraba-raba

Kesepian kesedihan kesakitan
tergaul menyatu dalam kalbu
hilang warna hilang rasa
setelah sekian lama
hanya itu ritmanya

Bergulingan di ruangan ini

menggulung coret panjang berjela tulisannya
malah semakin kabur
lantaran terlalu lama
usianya
lupakanlah...
usah diselak kembali
coretan lama itu




RUMAH KECIL KITA

Cantiknya rumah kita
Bertiang bertangga
Berlatar alam rimba
Melepas lelah melelap mata
Janganlah kala terjaga
Hilang segala
Kemana pula hendak menghala
Tiada lagi rumah indah
Tiangnya hendak patah
Sudah senget hendak rebah
Berkeluhkesah tiada sudah

LAKARAN NASIB

Sempurnakan malammu
menyusun jemari dengan niat
tutur dari mata yang bening
walau tidak terhambur
duka sayu yang terbendung
sepi dinihari

Sesekali berdiri di gigi air
melurut jurai padi terkulai
monolog tidak bernota
demikianlah kehidupan seadanya
mengisi masa


Biarkanlah begitu

Keinginan melonjak melangit
menggapai salju dari gunung
mendingin kepanasan garing
sayang terhenti di maya impi-impian


Menulis tutur bahasa sajak
persis dipinta
bukan lagi sketsa cerita unik
telah terurai menjadi duka
yang tidak terkirai
dan reda berpasrah

Saling berpandangan menatap langit kosong
tiada catatan nasibmu
yang tertulis di situ
sekawan camar melayah liuk
bermain senja jingga.
Biarkan pasrahmu itu
Mengurusi nasibmu semaunya
Jangan letih bersandar di pohon-Nya



HAKISAN

Penangan luluhhawa
Iklim semi bergantian
menuruti situasi semasa
Seiring perubahan ide bijaksana
cerminan gaya dominasi
pengaruh alami
mengikis perlahan menggenting
tanpa sedar justeru terjuling
pada pesona rekaan tiruan
yang berantakan
Keaslian jatidiri yang sirna
dibuai serakah mahu
Keteguhan yang terbina awal masa
makin condong
gayat menyembah bumi
tidak terdaya mempertahankannya
lantaran kegentingan makin
halus menirus
Kepercayaan yang terhakis
melupuskan sejarah
Yang dibina bersusahpayah
Demikianlah

OBSESSI
Melampaui perkiraan sebenar
dengan alasan membenarkan segala cara
meski mengelirukan faham dengan pengadilan
menurut pertimbangan mizan kebenaran
Namun begitulah metamatika keinginan
mempersoalkannya bagai fitnah nista
Leta jelata terkedu manafsir
Bicara lunak diolah
Konon dengan kebenaran yang meninta bukti
disenarai pasti
berbunga riak diharumi kemegahan
mengirai lagu obsesi ragu
mengeliru merisaukan
Jelmaan keputusan
Seharusnya mengolah perubahan
sebening harapan
Yang dipertaruhkan

BAYANG-BAYANG DI AIR TENANG.


Sudah tergonggong seketul tulang
Bangga sungguh rasa di hati
Diusung merata ditayang-tayang
Tak mungkin dilepaskan, kemas dicengkam gigi geraham
Mentari terik di tengah hari
Segera ke tasek anjing berlari
Tekak yang kering ingin dibasahi
Tasek biru berair tenang
Di dalamnya wajah terbayang
Terkejut memandang seketul tulang
hadir tamak sukar terhalang
Ingin direbut lagi mesti dan pasti
Ketamakan yang mebawa padah
Anjing ditipu bebayang sendiri
Mengejar rezeki tanpa fikir akan
tercebur ke tasik lalu mati.

PESANAN ZAABA

Kita mesti berani menggodam mengetuk,
Meruntuh meroboh segala yang lapuk,
Memotong yang busuk, memangkas yang bengkok
Mengganti membaharui dengan yang elok,
Mengikut panduan sebenar-benar petunjuk;

Ambil ingatan jadikan panduan
Pancaran makrifat terserlah lampaui kegelapan
Sejak lama zaman berzaman
Menyuluh gelita rusuh hati
Menimbang keputusan sejati.

Timbang sendiri, tidak mengikut telunjuk.
Hapuskan segala kepercayaan
Yang tak mempunyai kenyataan kebenaran,
Ingat, hati-hati kita mesti berani
Dengan tekad menurut suluhan abadi
Memecahkan sekatan kolot, walau seperti besi
Segala yang karat dikikis diganti.
(Petikan Suluh Bahasa DBP, 1965)

PENDETA ZAABA

Akal budi menjati diri berperibadi tinggi
Telusuran perhatian minda melantasi ruang
Tentang perjuangan anak bangsa yang masih melata
Berpada sentiasa seadanya
Sukar merubah kebiasaan dengan pasrah walau itulah
keimanan berpaksikan redha.
Anak bangsa dikejutkan daripada lena bermimpi panjang
Merentasi waktu berlalu dengan lesu.
Berjuanglah demi kehidupan
Walau ranjau di hadapan di kiri di kanan
Tanpa menoleh belakang yang suram
Atasi setiap kelemahan diri
Berpegang azam
Kemas digenggam.


PARIDAHISHAK
16/3/2016
SELAYANG UTAMA.

No comments:

Post a Comment